..kepuasan kerja..


Sebenarnya tulisan ini saya buat untuk memenuhi tugas kuliah saya…tapiii………kayanya akan lebih berguna lagi klo niatnya buat nambah wawasan kalian2 yang membacanya deh…jadi,smoga berguna ya,,,,

Tema untuk tulisan ini adalah SIKAP PEKERJA & KEPUASAN KERJA,,berisi pengertiannya, cara – cara pengukurannya, mengatasi ketidakpuasan kerja,,dll

Untuk definisi kepuasan kerja itu sendiri, dari beberapa sumber yang saya baca, memiliki beberapa pengertian, diantaranya Kepuasan kerja, menurut Wexley dan Yukl, adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan....Menurut Handoko, Kepuasan kerja itu adalah kondisi emosional yang menyenangkan pada karyawan yang berkaitan dengan bagaimana mereka memandang pekerjaanya…..sedangkan Menurut Jewell dan Siegall (1998) kepuasan kerja adalah sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Yang merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang bermacam-macam. Kepuasan kerja erat kaitannya dengan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan menurut cara karyawan memandang pekerjaan mereka.

Dari pengertian – pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan dan sikap positif karyawan terhadap pekerjaanya, lingkungan kerjanya, interaksi dan peran karyawan dalam lingkungan kerja yang berkaitkan dengan kebutuhan yang akan dicapai dengan kenyataan yang ada.

Faktor – Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, di dalam situs yang saya baca, http://www.masbow.com/2009/10/teori-psikologi-kepuasan-kerja.html

• Menurut Burt (Anoraga, 1992) faktor yang menentukan terbentuknya kepuasan kerja adalah :
1. Lingkungan, termasuk di dalamnya tingkat pekerjaan, isi pekerjaan, pimpinan yang penuh perhatian, kesempatan promosi, serta interaksi sosial dan bekerja dalam kelompok.
2. Faktor individual, adalah kondisi pada diri karyawan tersebut, seperti jenis kelamin, lamanya bekerja dan tingkat pendidikan.
3. Rasa aman merupakan situasi tentram dalam kerja, rasa bebas dari tekanan kebijaksanaan, jaminan dan kelangsungan pekerjaan yang dirasakan pekerja.
4. Kondisi kerja merupakan kenyamanan ruang kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi aktivitas kerja, luas sempitnya ruangan, prgantian udara, terbuka dan tertutupnya ruangan dan suasana ketenangan kerja.
5. Waktu istirahat, maksudnya adalah istirahat yang resmi diberikan perusahaan, yang tidak resmi yang dibutuhkan oleh pekerja.

• Menurut As’ad, (1992) faktor-faktor kepuasan kerja antara lain:
1. Faktor pemimpin dan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial di antara karyawan, sugesti dari teman sekerja, emosi dan situasi kerja.
2. Faktor individu/faktor internal, yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya.
3. Faktor luar/faktor external, yaitu dukungan yang berasal dari luar diri individu misalnya keluarga.

• Sedangkan menurut Jewell dan Siegall (1998), faktor – faktor kepuasan kerja berkaitan erat dengan aspek umur, tingkat pekerjaan dan ukuran organisasi perusahaan.
1. Umur, diasumsikan bahwa karyawan yang lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaannya dan memiliki kepuasan tersendiri pada dirinya, sedangkan karyawan yang usianya lebih muda cenderung memiliki pandangan yang ideal sehingga apabila harapannya di dalam dunia kerja memiliki kesenjangan dalam realitanya dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas. Jadi, karyawan usia tua merasa lebih tua dibandingkan karyawan usia muda.
2. Tingkat pekerjaan, karyawan yang memiliki tingkat pekarjaan/kedudukan yang lebih tinggi merasa lebih puas dibandingkan karyawan yang lebih rendah. Itu terlihat dari tingkat keaktifan karyawan dengan tingkat pekerjaan lebih tinggi akan lebih baik dan aktif dalam mengemukakan pendapat, ide – ide, dan kreatifitasannya.
3. Ukuran organisasi perusahaan, mengapa bisa mempengaruhi kepuasan karyawan??karena besar kecilnya perusahaan juga berhubungan dengan struktur koordinasi, komunikasi, interaksi, dan partisipasi karyawan tersebut.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kepuasan kerja antara lain yaitu : pemimpin dan karyawan, jenis kelamin, lamanya bekerja dan tingkat pendidikan, lingkungan, rasa aman, kondisi kerja, umur, tingkat pekerjaan, lingkungan, waktu istirahat, dukungan yang berasal dari luar diri dan ukuran organisasi perusahaan

Ada tambahan lagi niy mengenai faktor kepuasan kerja, di dalam sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerja
Isinya lebih kepada hal – hal yang meningkatkan kepuasan kerja tersebut, yaitu:
1. Kerja yang secara mental menantang, Umumnya karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal, sedangkan pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka. Namun tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan seperti karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan sehingga perasaan puas pun akan timbul walau bukan dalam bentuk uang.
3. Kondisi kerja yang mendukung,Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Karyawan akan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan kerja yang mendukung, Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka.

Untuk melihat bagaimana tingkat kepuasan karyawan, ada beberapa pengukurannya dan aspek – aspek yang dapat menjadi indikator tersebut, yaitu :

Menurut Jewell dan Siegall (1998) beberapa aspek dalam mengukur kepuasaan kerja:
a Aspek psikologis, berhubungan dengan kejiwaan karyawan meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan ketrampilan.
b. Aspek sosial, berhubungan dengan interaksi sosial, baik antar sesama karyawan dengan atasan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerjanya serta hubungan dengan anggota keluarga.
c. Aspek fisik, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, pengaturan waktu istirahat, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.
d. Aspek finansial berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besar gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas dan promosi.

Gilmer (dalam As’ad, 1995) berpendapat bahwa ada beberapa aspek yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu :
a. Kesempatan untuk maju; ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
b. Keamanan kerja; Aspek ini sering disebut penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
c. Gaji; Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
d. Perusahaan dan manajemen; Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Aspek ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
e. Pengawasan (supervisi); Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai figur ayah sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
f. Aspek intrinsik dari pekerjaan; Aspek yang menyebabkan seseorang menyukai pekerjaan karena pekerjaan itu sendiri.
g. Kondisi kerja, Termasuk di sini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
h. Aspek sosial dalam pekerjaan; Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan, tetapi dipandang sebagai aspek yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
i. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat umum ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan aspek-aspek yang pengukuran dalam kepuasan kerja karyawan antara lain psikologis, fisik, sosial, pekerjaan itu sendiri, promosi, gaji dan jaminan sosial, teman sekerja dan aspek pengawasan atau supervise

Sekarang masuk ke bagian ketidakpuasan dalam bekerja. Salah satu faktornya adalah stress kerja. Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu mengalami stress kerja. Menrut beberapa penelitian, stres juga mempengaruhi kondisi kesehatan orang tersebut. Para peneliti ini juga menyimpulkan bahwa stress akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel kekebalan tubuh, ataupun sel-sel antibodi banyak yang kalah.
Dua orang peneliti yaitu Plaut dan Friedman (1981) berhasil menemukan hubungan antara stress dengan kesehatan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa stress sangat berpotensi mempertinggi peluang seseorang untuk terinfeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan sistem autoimmune-nya. Selain itu ditemukan pula bukti penurunan respon antibodi tubuh di saat mood seseorang sedang negatif, dan akan meningkat naik pada saat mood seseorang sedang positif.

Ada sebuah penelitian menarik tentang stress kerja menemukan bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, atau yang kurang memiliki struktur yang jelas, mengalami stress karena konflik peran. Mereka stress karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen (Rice, 1992). Kenyataan seperti ini mungkin banyak dialami pekerja di Indonesia, dimana perusahaan atau organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya, sering muncul rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga akhirnya timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.

Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).

2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.

Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, (p. 205) :
1. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
5. Kesehatan : Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif

Ada beberapa tips dalam mengatasi ketidakpuasan tersebut,yaitu:

1. Menciptakan tantangan baru
Jika pekerja terjebak dalam sebuah pekerjaan karena kurang pendidikan atau penciutan perusahaan, tak selalu berarti pekerjaan itu membosankan. Dengan sedikit imajinasi, ciptakan tantangan baru dan lakukan yang terbaik untuk pekerjaan tersebut.
• Perbaiki keterampilan
• Buat proyek sendiri
Buat proyek yang bisa memotivasi dan memberi pekerja perasaan mengontrol. Mulailah dari mengatur perayaan ulang tahun di kantor, lalu setelah itu pekerja membuat proyek yang lebih besar. Pekerja juga bisa melakukan sesuatu yang bisa meningkatkan rasa percaya diri.
• Membantu anak baru
Setelah menguasai sebuah pekerjaan, pekerja akan mendapati pekerjaan sebagai rutinitas. Bantulah rekan kerja baru untuk meningkatkan keterampilan mereka. Ini bisa memperbarui tantangan dan kepuasan yang pekerja inginkan.

2. Kalahkan Kebosanan
• Ubah hal monoton
Ambil cuti lalu melakukan kegiatan seperti membaca, mendengarkan musik, jalan-jalan, atau menulis surat untuk sahabat.
• Minta penugasan baru
Bicaralah dengan atasan, minta pelatihan tugas berbeda untuk mengatasi kebosanan. Setelah selesai, pekerja bisa kembali ke tugas semula.
• Lakukan tugas sukarelawan
Bila pekerja mendengar perusahaan meluncurkan proyek baru, jadilah seorang sukarelawan untuk masuk dalam tim proyek itu.
• Minta tantangan baru
Jika bos pekerja cukup enak diajak bicara, katakanlah bahwa Anda merasa sedikit bosan dengan pekerjaan sekarang dan ingin sebuah tantangan baru.

3. Berpikir Positif
Mengubah sikap soal pekerjaan memang tak bisa sekejap. Cobalah teknik ini untuk menyadari cara pikir Anda:
• Berhenti berpikir negatif
Perhatikan pesan-pesan dari otak untuk diri sendiri. Ketika mendapati diri sendiri berpikir bahwa pekerjaan sekarang membosankan, segera hentikan pikiran itu.
• Kembalikan pada perspektif yang benar
Ingat bahwa semua orang pernah mengalami hari baik dan hari buruk di tempat kerja.
• Cari hikmahnya
Mungkin pekerja pernah menerima penilaian yang buruk dari atasan dan dia minta pekerja memperbaiki kinerja. Jangan diambil hati dan langsung mencari pekerjaan baru. Cobalah cari hikmahnya. Mungkin itu berarti kesempatan mengikuti pelatihan baru, mendapat ilmu baru, dan pekerja bisa menunjukkan kepada atasan bahwa pekerja mampu berubah dan memperbaiki kinerja.
• Belajar dari kesalahan
Kegagalan adalah alat pembelajaran yang paling hebat, sayangnya banyak orang membiarkan kegagalan mengalahkan mereka. Ketika gagal di pekerjaan, belajarlah dan coba lagi.
• Bersyukur
Rasa syukur dapat membantu pekerja fokus pada hal-hal baik yang ada di perusahaan pekerja.

Ada pula dengan cara:
1. Pada setiap periodenya pemimpin perusahaan/kantor melakukan observasi pada karyawan-karyawannya.
2. Memberikan questionnaire pada para karyawannya dalam jangka waktu tertentu. Contohnya MSQ (Minnesota Satisfaction Questionnaire), JDI (Job Descriptive Index), NSQ (Need Satisfaction Questionnaire).
3. Melakukan evaluasi di setiap bidang yang ada dalam perusahaan/kantor tersebut.
Continue >>>

teori motivasi lagi


Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan

Premis dasar: bahwa tujuan spesifik dan sulit, dengan umpan balik yang dihasilkan diri, mengakibatkan kinerja yang lebih tinggi.
Namun, hubungan antara tujuan dan kinerja akan tergantung pada: (a) Tujuan komitmen: "Saya ingin melakukannya dan aku bisa melakukannya". (b) Tugas karakteristik (sederhana, baik-belajar). (c) Budaya Nasional.

Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan)

Teori penetapan tujuan ini merupakan suatu teori motivasi proses yang berfokus pada proses penetapan tujuan. Riset menunjukkan bahwa motivasi dan komitmen lebih tinggi apabila bawahan berpartisipasi dalam menetapkan tujuan. Karyawan memerlukan umpan balik yang akurat atas performa mereka untuk membantu merek amnyesuaikan metode kerja mereka dan mendorong mereka untuk tetap melakukan atau bekerja menuju pencapaian tujuan.
Penetapan tujuan seperti halnya individu, kita menetapkan tujuan dan kemudian bekerja untuk menyelesaikan tujuan tersebut. Orientasi terhadap tujuan menetukan prilaku kita. Locke mengemukakan bahwa penetapan tujuan adalah proses kognitif dari keperluan praktis. Pandangan Locke ialah bahwa maksud dan tujuan individu yang didasari adalah determinan utama prilaku. Salah satu dari karakteristik prilaku yang mempunyai tujuan tersebut terus berlangsung sampai prilaku itu mencapai penyelesaiannya, yaitu sekali orang memulai sesuatu (misalkan pekerjaan) ia terus terus terdorong sampai tercapainya tujuan.
Berikut uraian tentang penetapan tujuan :
a.tujuan adalah subjek suatu tindakan
b.keterincian tujuan (goal specifity) ialah tingkat presisi kuantitatif/kejelasan tujuan tersebut
c.kesukaran tujuan (goal difficulty) ialah tingkat keahlian atau tingkat prestasi yang dicari
d.intensitas tujuan (goal intensity) ialah menyangkut proses penetapan tujuan atau menentukan bagaimana mencapai tujuan tersebut
e.komitmen tujuan (goal commitment) ialah kadar usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan

Langkah-langkah pokok dalam penetapan tujuan adalah: (1) diagnosis untuk kesiapan (menetukan) apakah orang-orang, organisasi, dan teknologi cocok untuk penetapan tujuan, (2) mempersiapkan karyawan melalui peningkatan interaksi antar pribadi, komunikasi, pelatihan, dan rencana tindakan untuk penetapan tujuan, (3) menekan sifat-sifat tujuan yang harus dipahami oleh seorang manajer dan bawahannya, (4) penyelenggaraan tinjauan ulang untuk penyesuaian yang diperlukan dari tujuan akhir untuk memeriksa kumpulan tujuan, mengadakan perubahan dan menyelesaikannya. Setiap langkah tersebut perlu direncanakan dan diterapkan secara hati-hati jika penetapan tujuan akan dijadikan teknik motivasi yang efektif.

Teori Kebutuhan (Teori Abraham H. Maslow)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga.

Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

Reference:
http://www.psb-psma.org/content/blog/teori-teori-motivasi
Daran, medri. Motivasi dan karir. 2009. modul UMB. Jakarta
http://www.squidoo.com/definisi-motivasi
http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/875/content%201.pdf?sequence=1
http://mpkpk2008.blogspot.com/2009/01/teori-teori-motivasi.html

Kelompok:
Antasti (10507020)
Ikhsan (10507120)
Putri Meutia (10507191)
Putri Rahayu (10507192)
Yunda (10507269)
Continue >>>

JOB ENRICHMENT


Job Enrichment
Job Enrichment merupakan upaya untuk memotivasi karyawan dengan memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan berbagai kemampuan mereka. Ini adalah ide yang
dikembangkan oleh psikolog Amerika. Job enrichment adalah memberikan tugas dan tanggung jawab lebih besar pada karyawan dan menambah pekerjaan dalam hal kualitas, atau kompleksitasnya. Misalnya, seorang teknisi yang biasanya menangani mesin, kemudian ditugaskan untuk menangani mesin baru yang lebih kompleks.
Job enrichment adalah teknik yang secara perilaku berusaha membangun motivator psikologis sebagaimana digambarkan dalam two-factor theory Herxberg.
Khususnya program pengayaan pekerjaan berusaha untuk memberikan pekerja otoritas lebih dalam perencanaan kerja dan mengontrol kecapatan dan prosedur yang digunakan dalam melakukan pekerjaan. Contoh yang dilakukan adalah menggunakan test group dan control group. Test group diberikan kepercayaan menandatangani dengan menggunakan namanya kepada surat-surat yang mereka siapkan, mendorong mereka menjadi tenaga ahli dalam masalah-masalah yang mereka hadapi, menjadikan mereka akuntabel terhadap kualitas pekerjaan mereka. Setelah enam bulan, kualitas test group, sikap, produktivitas naik, keterlambatan, absent, dan biaya kerja menurun. Di lain pihak, kinerja kontrol group tetap sama. Tetapi, job enrichment bukan tanpa resiko, mereka yang melakukannya tanpa determinasi yang kuat untuk melakuakn dengan benar akan gagal. Untuk itu diperlukan juga untuk mempertimbangkan dimensi-dimensi pekerjaan inti.

Seperti layaknya solusi-solusi lain di dunia kerja, Job Enrichment tentu saja tidak dapat dianggap obat yang dapat menyembuhkan segala jenis penyakit. Secara khusus Landy (1989) menyebutkan bahwa Job Enrichment justru dapat merugikan para pekerja yang telah terstimulasi secara optimal dalam pekerjaannya. Pekerja yang telah optimal seperti ini akan mengalami overstimulasi jika pekerjaannya disertakan dalam program Job Enrichment (Landy, 1989). Karena Contoh Kasus kita di atas lebih banyak mencakup pekerja yang mendapatkan tugas yang mudah dan repetitif, Job Enrichment sangat cocok untuk diterapkan. Lebih baik lagi jika program ini digabungkan dengan Penetapan Target, sehingga target yang ditetapkan dapat dirancang sesuai dengan pekerjaan yang telah melalui program Job Enrichment.

Sejalan dengan lima karakteristik pekerjaan yang dibahas dalam teori Job Characteristic Model (Judge et al, 2001), program Job Enrichment dan Penetapan Target yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

* Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru: Saat ini pekerja dikelompokkan berdasarkan langkah tertentu dalam proses ban berjalan, misalnya kelompok pengisi kaleng, penyegel kaleng, pengisi dus, dsb. Tim yang direkomendasikan adalah tim yang terdiri dari orang-orang dengan keahlian yang berbeda. Masing-masing tim akan diberi tanggung jawab untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu. Dengan cara ini, task identity dan task significance akan meningkat bagi semua pekerja, karena mereka dapat melihat keseluruhan proses mulai dari awal hingga akhir, dan juga mereka dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan adalah penting bagi rekan-rekan sesama tim maupun pelanggan (Judge et al, 2001). Selain itu, autonomy juga dapat meningkat karena masing-masing tim dapat menentukan bagaimana cara yang terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka (Judge et al, 2001). Misalnya anggota tim dapat menentukan pembagian tugas di antara mereka. Salah satu konsekuensi dari program ini adalah adanya kemungkinan mesin-mesin dalam pabrik harus dipindahkan sesuai dengan pengelompokkan tim yang baru ini. Untuk itu, dibutuhkan analisis finansial untuk menentukan apakah perusahaan mampu membiayai hal ini.

* Meningkatkan keahlian pekerja: Sejalan dengan tim yang baru, masing-masing pekerja kini harus menguasai lebih dari satu keahlian dalam keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu, mereka harus belajar dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun dari pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus memformalkan proses belajar ini untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki waktu dan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya (misalnya dengan menetapkan satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai waktu coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun untuk beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari keahlian yang baru. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama karena keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus di atas bukanlah keahlian yang rumit.

* Tetapkan target: Target haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja termotivasi untuk mencapainya (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001). Jika memungkinkan, lebih baik seluruh anggota tim diikutsertakan dalam menetapkan target bagi tim tersebut. Menurut penelitian, Penetapan Target yang melibatkan partisipasi anggota tim akan menciptakan response generalisation (Ludwig & Geller, 1997). Maksudnya adalah bahwa motivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi tidak hanya terjadi pada tugas yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada tugas lainnya (Ludwig & Geller, 1997).

* Berikan umpan balik: Para pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi kerja mereka. Umpan balik ini bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada kejadian khusus yang efeknya signifikan bagi perusahaan (Wright, 1991). Penetapan Target sangatlah berkaitan dengan pemberian Umpan Balik karena Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif (Ludwig & Geller, 1997), dan juga sangat sulit memberikan Umpan Balik jika sejak awal tidak ada Target yang dapat dijadikan kriteria evaluasi (Wright, 1991). Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menciptakan mekanisme untuk mencatat prestasi kerja, baik dari segi kuantitas (misalnya jumlah dus yang dikirim per hari atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu dus soda) maupun kualitas (misalnya tim mana yang banyak dipuji pelanggan karena tidak pernah melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).


Metode job design
Teknologi kinerja ada empat metode redesign. Pertama, job enlargement, dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi karyawan dengan memberikan lebih banyak dan beragam tugas. Tugas yang mengurangi jumlah spesialisasi yang dibutuhkan oleh karyawan, dan juga, memperpanjang jangka waktu dia atau dia harus menyelesaikannya.

Yang kedua, job rotation, memungkinkan seorang karyawan untuk bekerja di berbagai departemen atau pekerjaan dalam suatu organisasi untuk mendapatkan wawasan yang lebih baik operasi. Ini, dengan sendirinya, tidak mengubah atau pendesainan ulang pekerjaan karyawan, tetapi memungkinkan kesempatan untuk meningkatkan / keahlian dan pengetahuan tentang pekerjaan lain.

Job enrichment, metode ketiga, memungkinkan karyawan untuk mengambil sebagian tanggung jawab biasanya didelegasikan kepada manajemen. Risiko di sini adalah bahwa karyawan akan ditransfer terlalu banyak tanggung jawab dan otonomi dalam perencanaan dan pengendalian aspek pekerjaan. Dilakukan dengan benar, Namun, kontrol yang baru ditemukan akan menyegarkan karyawan untuk bekerja lebih efektif.

Terakhir, work simplification adalah analisis pekerjaan komponen paling dasar untuk melakukan restrukturisasi atau mendesain ulang mereka untuk membuat pekerjaan lebih efisien.

Robertson dan Smith (1985) menganjurkan strategi berikut untuk menganalisis pekerjaan yang ada:
Langkah pertama: Review literatur dan data yang masih ada (pelatihan manual, tua deskripsi pekerjaan, dll),
Langkah kedua: Tanyakan langsung manajer tentang tanggung jawab dan tugas-tugas yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan baik,
Langkah ketiga: Tanyakan pertanyaan serupa kepada karyawan saat melakukan pekerjaan,
Langkah Keempat: Perhatikan seorang karyawan yang melakukan pekerjaannya dengan baik,
Langkah Kelima: Cobalah untuk melakukan pekerjaan sendiri, berhati-hati untuk tidak mencoba pekerjaan yang sangat berbahaya dan yang dilakukan oleh karyawan dengan pengalaman yang berkepanjangan, dan
Langkah Keenam: Tulis deskripsi pekerjaan yang merinci semua temuan Anda.
Aspek tambahan yang perlu dipertimbangkan ketika menganalisis dan (kembali) merancang pekerjaan adalah kebijakan, insentif, dan umpan balik yang mau tidak mau mempengaruhi efisiensi dan motivasi dari karyawan bertanggung jawab untuk pekerjaan.

Reference:
http://fanni-melodymaster.blogspot.com/
http://vibiznews.com/journal.php?id=71&page=strategic
http://www.eramuslim.net/?buka=show_artikel&id=721

Kelompok:
Antasti (10507020)
Ikhsan (10507120)
Putri Meutia (10507191)
Putri Rahayu (10507192)
Yunda (10507269)
Continue >>>

. . taMu-taMu . .

free counters
 

....iMAji MeW..... ♣ ♣ ♣ Mamanunes Templates ♣ ♣ ♣ Inspiração: Templates Ipietoon
Ilustração: Gatinhos - tubes by Jazzel (Site desativado)