TeoRi LeaDeRShip 2


Antasti (10507020)
Ikhsan (10507120)
Putri Meutia (10507191)
Putri Rahayu (10507192)
Yunda (10507269)


Teori leadership 2

Normative Theory: Decision Making and Leader Effectiveness: Vroom & Yetton, 1973
Leader-Participation Model ditulis oleh Vroom dan Yetton (1973). Model ini melihat teori kepemimpinan yang menyediakan seperangkat peraturan untuk menetapkan bentuk dan jumlah peserta pengambil keputusan dalam berbagai keadaan. Teori Yetton dan Vroom mengemukakan bahwa kepuasan dan prestasi disebabkan oleh perilaku bawahan yang pada gilirannya dipengaruhi oleh perilaku atasan, karakteristik bawahan, dan faktor lingkungan.
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2 pentingnya.
Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik.
Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton.
• AI (Otokratis) Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan unilate-rally, menggunakan informasi yang tersedia. Pemimpin membuat keputusan sendiri.
• AII (Otokratis) Pemimpin memperoleh informasi yang diperlukan dari subordi-nates tapi kemudian membuat keputusan secara sepihak. Pemimpin menanyakan informasi dari bawahan akan tetapi keputusan diambil sendiri oleh pemimpin. Bawahan tidak selalu harus mengetahui informasi mengenai situasi yang dihadapi.
• CI (Consultative) saham Pemimpin masalah dengan bawahan indi-vidually, tapi kemudian membuat keputusan secara sepihak. Pemimpin berbagi informasi dengan bawahan secara individual, dan bertanya mengenai berbagai informasi dan evaluasi dari mereka. Akan tetapi pemimpin mengambil keputusan sendiri.
• CII (Consultative) saham Pemimpin masalah dengan bawahan dalam pertemuan kelompok, tapi kemudian membuat keputusan secara sepihak. Pemimpin dan bawahan bertemu sebagai tim untuk mendiskusikan berbagai hal menyangkut situasi yang dihadapi akan tetapi pemimpin yang mengambil keputusan.
• GII (Group Decision) saham Leader masalah dengan bawahan dalam sebuah pertemuan kelompok; keputusan tersebut tercapai melalui diskusi untuk consensus. Pemimpin dan bawahan bertemu sebagai tim untuk mendiskusikan berbagai hal yang menyangkut situasi yang dihadapi dan keputusan ditentukan oleh tim.
Menurut teori ini keputusan manajerial dipengaruhi oleh sifat masalah-masalah yang menjadi suatu pertentangan.
1) Gaya kepemimpinan
a. Pemimpin memecah problem sendirian dengan menggunakan informasi yang tersedia padanya pada saat problem tersebut muncul. (A I)
b. Pemimpin mendapatkan informasi yang diperlukan dari bawahannya, kemudian memutuskan problem tersebut secara sendirian (A II). A I dan A II dua gaya Autocratic yang berbeda.
c. Pemimpin memberitahukan problemnya kepada seseorang bawahannya yang berkaitan dengan problem tersebut, untuk mendapatkan ide dan saran-sarannya, selanjutnya pemimpin membuat keputusan (bisa terpengaruh, bisa tidak pada bawahannya (C I).
d. Pemimpin memberitahukan problem kepada bawahan dalam satu kelompok, kemudian bersama-sama mencari ide dan saran pemecahan. Selanjutnya pemimpin mengambil keputusan, bisa terpengaruh atau tidak terhadap kelompok. (C II). C I dan C II dua gaya Consultative yang berbeda.
e. Pemimpin memberitahukan problem kepada bawahannya dalam satu kelompok. Pimpinan bersama-sama menyimpulkan dan menguji alternatif hingga mencapai suatu kesepakatan terhadap pemecahan yang diambil. (G II) G II gaya yang ada pada kelompok (group).
Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: Apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan? Apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut? Apakah permasa-lahannya telah terstruktur dengan baik ? Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan ? Apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini?
 Aturan informasi pemimpin: Jika kualitas keputusan penting dan Anda tidak memiliki informasi yang cukup atau keahlian untuk memecahkan masalah sendirian, menghilangkan gaya yang otokratis.
 Aturan kesesuaian tujuan: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak mungkin untuk membuat keputusan yang tepat, mengesampingkan gaya yang sangat partisipatif.
 Aturan Masalah tidak terstruktur: Jika kualitas keputusan penting namun Anda tidak memiliki informasi yang cukup dan keahlian dan masalah tersebut tidak terstruktur, menghilangkan gaya kepemimpinan otokratis.
 Aturan Penerimaan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gaya otokratis.
 Aturan Konflik: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
 Aturan Keadilan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
 Aturan Penerimaan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.

Tiga variabel penting yang mempengaruhi keefektivan pengmabilan keputusan, yaitu:
1) Decision Quality : DQ tinggi terjadi jika alternatif terbaik dari keputusan yang dipilih. DQ penting untuk mencapai kinerja organisasi yang tinggi.
2) Decision Acceptance : DC penting ketika sebuah sebuah keprtusan berimplikasi pada motivasi kerja bawahan dan ketika sebuah keptuasan harus diimplementasikan oleh bawahan
3) Decision timeline ness : DT penting jika keputusan tersebut menuntut action atau tindakan yang segera / secepat mungkin dari bawahan.

Fiedler’s Contingency Theory: Matching Leaders and Tasks
Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori situasional karena teori ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi. Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.
Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.
Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Teori kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan (organization context)
Fiedler mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan: Leader Orientation dan Situation Favorability.
Leader Orinetation adalah : apakah pemimipin pada suatu organisasi berorinetasi pada relationship atau beorintasi pada task. Leader Orientation diketahui dari Skala semantic differential dari rekan yang paling tidak disenangi dalam organisasi (Least preffered coworker = LPC) . LPC tinggi jika pemimpjn tidak menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC yang rendah menunjukkan pemimpin yang siap menerima rekan kerja untuk bekerja sama.
Skor LPC yang tinggi menujukkan bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya skorLPC yang rendah menunjukkan bahwa pemimpin beroeintasi pada tugas.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Situation favorability adalah : sejauh mana pemimpin tersebut dapat mengendailikan suatu situasi, yang ditentukan oeh 3 variabel situasi, yaitu :
1) Leader-Member Orintation: hubungan pribadi antara pemimpin dengan para anggotanya.
2) Task Structure: tingkat struktur tugas yang diberikan oleh pemimpin untuk dikerjakan oleh anggota organisasi.
3) Position Power: tingkat kekuasaan yang diperoleh pemimpin organisasi karena kedudukan.
Situation favorability tinggi jika LMO baik, TS tinggi dan PP besar, sebaliknya Situation Favoribility rendah jika LMO tidak baik, TS rendah dan PP sedikit

House’s Path-Goal Theory: Leaders as Guides to Valued Goals
Path-Goal Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya.
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan-tujuan bernilai mereka.
Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Path Goal Theory menekankan pada cara-cara pemimpin memfasilitasi kinerja kerja dengan menunjukkan pada bawahan bagamana kinerja diperoleh melalaui pencapaian rewards yang diinginkan.
Path Goal theory juga mengatakan bahwa kepuasan kerja dan kinerja kerja tergantung pada expectancies bawahan. Harapan-harapan bawahan bergantung pada ciri-ciri bawahan dan lingkungan yang dihadapi oleh bawahan.
Kepuasan dan kinerja kerja bawahan bergantung pada leadership behavior dan leadership style.

Ada 4 macam leadership style
1) Supportive Leadership: Gaya kepemimpinan ini menunjukkan perhatian pada kebutuhan pribadi karyawannya. Pemimpin jenis ini berusaha mengembangkan kepuasan hubungan interpersonal diantara para karyawan dan berusaha menciptakan iklim kerja yang bersahabat di dalam organisasi.
2) Directive Leadership: Pemimpin yang memberikan bimbingan khusus pada Karyawannya dengan menetapkan standar kinerja, mengkoordinasi kinerja kerja dan meminta karyawan untuk mengikuti aturan aturan organisasi.
3) Achievement Oriented Leadership: Pemimpin yang menetapkan tujuan yang menantang pada bawahannya dan mememnita bawahan untuk mencapai level performens yang tinggi.
4) Participative Leadership: Pemimpin yang menerima saran-saran dan nasihat-nasihat bawahan dan menggunakan informasi dari bawahan dalam pengambilan keputusan organisasi.
Hal yang menentukan keberhasilan dari setiap jenis kepemimpinan tersebut adalah subordinate characteristics (contohnya: Karyawan yang internal l locus of control atau external locus of control, karyawan yang mempunyai need achievement yang tinggi atau need affiliation yang tinggi, dll.) dan environmental factors (system kewenangan dalam organisasi)

Sumber
http://rudylatu.googlepages.com/Leadership.ppt.
www.journal.ui.ac.id/.../05-Determinan%20Kepemimpinan-BobWawoR.pdf
http://primusdomino.blogspot.com/2008/11/models-of-leadership.html

http://yogatgp.blogspot.com/
Continue >>>

TeoRi LeaDeRShip


TEORI – TEORI LEADERSHIP

Antasti (10507020)
Ikhsan (10507120)
Putri Meutia (10507191)
Putri Rahayu (10507192)
Yunda (10507269)

Teori Perilaku Teori X dan Teori Y (X Y Behavior Theory) Douglas McGregor
Pendekatan Ilmiah tingkah laku

Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
Pendekatan ini yakin bahwa self actualizing man adalah konsep yang lebih akurat untuk menerangkan motivasi manusia dan mencoba mengintegrasikannya dengan organisasi.

McGregor : membedakan 2 asumsi dasar alternatif mengenai manusia dan pendekatan mereka terhadap pekerjaan. 2 asumsi tersebut memunculkan teori X dan teori Y.
Teori X : pandangan tradisional tentang motivasi --> pekerjaan yang dibenci oleh karyawan yang harus diberi motivasi dengan paksaan uang dan pujian.
Teori Y : pekerja/orang sudah memiliki motivasi untuk bekerja melakukan pekerjaan dengan baik.

Teori X melihat karyawan dari segi pessimistik, manajer hanya mengubah kondisi kerja dan mengektifkan penggunaan rewards & punishment untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Teori Y melihat karyawan dari segi optimistik, manajer perlu melakukan pendekatan humanistik kepada karyawan, menantang karyawan untuk berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, mendorong kinerja.

Asumsi teori X
Rata-rata manusia memiliki bawaan tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya jika dia bisa.
* Karena mereka tidak suka bekerja, kebanyakan orang harus dikontrol dan terancam sebelum mereka akan bekerja cukup keras.
* Rata-rata lebih suka manusia diarahkan, tidak menyukai tanggung jawab, adalah jelas, dan keinginan keamanan di atas segalanya.
* Asumsi ini terletak di belakang hari ini sebagian besar prinsip-prinsip organisasi, dan menimbulkan baik untuk "sulit" manajemen dengan hukuman dan kontrol ketat, dan "lunak" manajemen yang bertujuan untuk harmoni di tempat kerja.
* Kedua adalah "salah" karena pria perlu lebih dari imbalan keuangan di tempat kerja, dia juga membutuhkan motivasi lebih dalam tatanan yang lebih tinggi - kesempatan untuk memenuhi dirinya sendiri.
* Teori X manajer tidak memberikan kesempatan ini staf mereka sehingga karyawan diharapkan berperilaku dalam mode.

Asumsi Teori Y
* Pengeluaran usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah sebagai alam seperti bermain atau istirahat.
* Pengendalian dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk membuat orang bekerja, manusia akan mengarahkan dirinya sendiri jika ia berkomitmen untuk tujuan organisasi.
* Jika pekerjaan yang memuaskan, maka hasilnya akan komitmen terhadap organisasi.
* Pria belajar rata-rata, di bawah kondisi yang tepat, tidak hanya untuk menerima tetapi mencari tanggung jawab.
* Imajinasi, kreativitas, dan kecerdikan dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah kerja dengan sejumlah besar karyawan.
* Dalam kondisi kehidupan industri modern, potensi intelektual manusia rata-rata hanya sebagian dimanfaatkan.


Gaya empat system manajemen oleh Rensis Likert

Kepemimpinan merupakan suatu proses yang saling berhubungan dimana seorang pemimpin harus memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai, dan keterampilan invidual dari mereka yang terlibat dalam interaksi yang berlangsung (Likert, 1961, 1967)

• Sistem 1 (exploitive authoritative),
Artinya kewenangan yang bersifat eksploitatif, atau kewenangan mutlak. Dalam system manajemen semacam ini para pemimpin bersifat otokratis. Pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan, suka mengekplotasi bawahan, bersikap paternalistik memotivasi dengan memberi ketakutan dan hukuman-hukuman, diselang seling pemberian penghargaan yang secara kebetulan (occasional reward), hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas. Tipe kepemimpinan seperti ini hanya mendasarkan azas kehendak atau kemauan sendiri dari para pemimpin.

• Sistem 2 (benevolent authoritative/otokrasi yang baik hati),
Manajemen ini berlainan dengan yang pertama, melainkan didasarkan kewenangan menurut kebaikan hati. Mempunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan, bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.

• Sistem 3 (manajer konsultatif),
Dalam manajemen ini para pemimpin pada hakikatnya tidak mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahannya dan biasanya mencoba untuk mempergunakan ide dan pendapat-pendapat bawahannya secara konstruktif (bersifat membangun). Mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya dalam perkara kalau ia memerlukan informasi, ide atau pendapat bawahan; masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya; mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan; dan juga berkehendak melakukan partisipasi; menetapkan dua pola hubungan komunikasi, iaitu ke atas dan ke bawah; membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah; bawahan merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasan.

• Sistem 4 (partisipative group/kelompok partisipatif),
Dalam system 4 ini, para pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya dalam semua hal kepada bawahannya, selalu ingin mendapat ide dan pendapat-pendapat dari bawahannya dan mempergunakan secara konstruktif terhadap mereka. Memberikan penghargaan yang bernilai ekonomis berdasarkan atas partisipasi kelopok dan melibatkan dalam bermacam-macam bidang. Melakukan banyak komunikasi baik ke bawah maupun ke atas. Mendorong pengambilan keputusan melalui seluruh jaringan organisasi dan disamping itu mendorong melakukan kegiatan diantara ereka dan dengan bawahannya sebagai suatu kelompok.

Dari gaya-gaya kepemimpinan di atas, melahirkan tipe-tipe (watak) pemimpin. Watak atau tipe pemimpin terdiri atas tiga pola dasar, yaitu:

1. Berorientasi tugas (tast orientation),
2. Berorientasi hubungan kerja (relationship orientation),
3. Berorientasi hasil yang efektip (effectives orientation).


Gaya kepemimpinan Kontinum (dua dimensi) oleh Warren H. Schmidt dan Tannenbaum
Model Leadership Continuum
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Menurut teori kontinum ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan – batasan dan minta kelompok untuk membuat peputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas – batas yang ditentukan (joining).
Termasuk dalam pandangan klasik, gaya yang merupakan tingkah laku seorang pemimpin sampai seberapa jauh hubungannya dengan pengikut/bawahannya dalam rangka pengambilan keputusan.

Pada dasarnya perilaku pemimpin bertitik tolak pada dua bidang pangaruh eksrim, yaitu :

a. Berorientasi kepada pemimpin, dan
b. Berorientasi kepada bawahan.


Gambar: Perilaku Pemimpin dan Bawahan
Kepemimpinan terpusat pada
atasan

Model 1
Pemimpin membuat keputusan, mengumumkan, dan bawahan menerima.
Model 2
Pemimpin menawarkan keputusan, bawahan menerimanya.
Model 3
Pemimpin menyajikan keputusan, dan menjawab pertanyaan bawah.
Model 4
Pemimpin menyajikan keputusan sementara dan dapat diubah setelah menerima masukan bahwan.
Model 5
Pemimpin menyajikan masalah, mendapat masukan bawahan, dan membuat keputusan.
Model 6
Pemimpin menjelaskan kendala-kendala, batasan-batasan, bawahan memutuskan.
Model 7
Pemimpin dan bawahan bersama-sama memutuskan dalam batasan organisasi.

Kepemimpinan terpusat pada bawahan


Daftar Pustaka

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/shop/15601/15593

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=7&ved=0CBIQFjAG&url=http%3A%2F%2Fkuliah.ung.ac.id%2Fmain%2Fdocument%2Fdocument.php%3FcidReq%3DPIA%26action%3Ddownload%26id%3D%252FPDF%252FPIA_9-10.pdf&rct=j&q=teori+sistem+4+rensis+likert&ei=DzPkStXeDM7xkAXGmti9AQ&usg=AFQjCNHyC9Hrkkh6JDlL3EXkzrjsiuVyCg

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=11&ved=0CAYQFjAAOAo&url=http%3A%2F%2Fwww.suhardi-mukhlis.co.cc%2Fdownload%2F4%2F&rct=j&q=theory+of+leadership+tannenbaum+and+schmidt&ei=UzTkSuWIMIiXkQWvsenLAQ&usg=AFQjCNG5NiAjG797rg311Qt_kO0OCx_xPw

http://organisasi.org/definisi-pengertian-teori-perilaku-teori-x-dan-teori-y-x-y-behavior-theory-douglas-mcgregor
www.rudylatu.googlepages.com/EvolusiTeoriManajemen.ppt

www.community.siutao.com/showthread.php?t=1682

www.accel-team.com/human.../hrels_03_mcgregor.html

http://dyahanggraini.ngeblogs.com/2009/10/24/teori-kepemimpinan-partisipatif/
Continue >>>

model kekuasaan


Kepemimpinan adalah seni atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok. Dilihat dari fungsinya, ada dua fungsi utama dari seorang pemimpin, yaitu (1) Fungsi pemecah masalah ; berhubungan dengan tugas seorang pemimpin, dengan pekerjaannya, yang memberikan jalan keluar dari suatu masalah, memberikan pendapat dan informasi. (2) Fungsi social ; berhubungan dengan kehidupan anggota kelompoknya, yang mencakup mendorong anggota kelompok untuk mencapai tujuan dan menjaga suasana kelompok.
Dalam pengertiannya, kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu (a quality inherent in an interaction between two or more individuals). Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Kesuksesn organisasi sangat bergantung seberapa besar pemimpinnya memiliki kompetensi inti kepemimpinan, yaitu : Berbagi Kekuasaan, Intuisi, Pemahaman Diri, Visi, Keselarasan Nilai. Namun itu saja belumlah cukup untuk menghasilkan pemimpin, harus dilengkapi dengan ‘kekuasaan’, yaitu :

1. Kekuasaan Paksaan (coercive power)
Mempengaruhi bawahan atas dasar kemampuan memberi hukuman/sanksi. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan. Penggunaan tipe kekuasaan ini biasanya kurang efektif karena respon karyawan akan negative. Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Kekuasaan Penghargaan (reward power)
Mempengaruhi bawahan atas dasar kemampuan memberi penghargan/imbalan kepada pengikutnya. Bawahan mengikuti kemamuan pemimpin karena yakin perilakunya akan meneria penghargaan sesuai dengan yang diinginkan,misalnya kenaikan gaji dan jabatan. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan saya meningkat, anda dapat menggunkan reward power anda kepada saya’

3. Kekuasaan Legitimasi (legitimate power)
Mempengauhi bawahan atas dasar jabatan formal dalam organisasi, makin tinggi jabatan pemimpin makin besar legitimate yang dimiliki. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.

4. Kekuasaan Panutan (referent power)
Mempengaruhi bawahan atas dasar identifikasi pengikut ingiin seperti pemimpinnya. Kekuasaan ini biasanya dimiliki pemimpin yang memiliki karakteristik mengagumkan, kharismatik, dan reputasinya baik. Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.

5. Kekuasaan Keahlian (expert power)
Mempengaruhi bawahan atas dasar spesialisasi pengetahuan yang dimiliki. Kekuasaa yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power. Expert power merupakan sumber kekuasaan kunci, bahkan sering seorang karyawan mendapat promosi karena pengalamannya dalam organisasi, karena memiliki kekuasaan ini.

Pemimpin yang efektif harus mampu membuat bawahan mempunyai komitmen terhadap tugasnya yaitu memenuhi kemauan pemimpin dan melaksanakan tugasnya. Tanggapan bawahan untuk komit hanya bisa dicapai jika pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi, mampu menumbuhkan budaya percaya diri, dan selalu memotivasi bawahannya.
Continue >>>

mOdeL kePeMimPinaN


Team work leadership, kepemimpinan dalam bentuk kerjasama biasa kita alami

dalam bentuk kerja kelompok dalam dunia pendidikan ataupun kerja. Dalam prekteknya, model kekuasaan ini umumnya memiliki pemimpin yang bertugas mengatur jalannya diskusi untuk mencapai tujuan dan anggota kelompok yang bertugas menjalankan tugasnya masing – masing hasil musyawarah bersama.

Untuk bergerak di dalam kelompok kerja, pemimpin mengumumkan kepada anggotanya bahwa mereka sedang mendelegasikan wewenang untuk mengelola tugas yang ditetapkan tanggung jawab atau untuk membuat keputusan. Tim memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mencapai keputusan bahwa setiap orang dapat mendukung keputusan yang lain atau yang sudah ditetapkan. Pemimpin dengan jelas akan bertindak sebagai tim fasilitator untuk mengkoordinasi pekerjaan, tetapi tidak akan membuat keputusan independen yang berhubungan dengan tugas tanggung jawab. Dia mencatat bahwa tim akan bertanggung jawab atas hasil dari keputusan dan tindakan.

Sementara pemimpin tim tidak memiliki kekuatan posisi otoritas, mereka menikmati otoritas yang berasal dari:

  • Kemampuan mereka untuk berkomunikasi dan mewakili kepentingan tim,
  • Keinginan untuk membantu setiap anggota dalam mengembangkan dan menggunakan keterampilan mereka,
  • Kemampuan untuk memfasilitasi proses kelompok,
  • Pengetahuan tentang proses kerja kelompok,
  • Kemampuan untuk membantu tim agar tetap fokus,
  • Pengaturan contoh perilaku seseorang yang menyeluruh, nilai-nilai pribadi, energi dan tindakan.

Beberapa karakteristik yang sering dikatakan pemimpin tim yang efektif oleh anggota tim adalah sebagai berikut:

  • Pemimpin tim adalah rekan sekerja dan teman, bukan seorang pengawas;
  • Memimpin dengan contoh, bukan dengan memberi petunjuk;
  • Adalah seorang pelayan, bukan master;
  • Adalah pembawa damai, bukan seorang prajurit;
  • Adalah koordinator, bukan pemberi perintah;
  • Adalah seorang fasilitator, bukan pembuat keputusan individu dan
  • Adalah sebuah link komunikasi, bukan pemilik komunikasi.

Kadangkala kita sering salah mengartikan pemimpin dalam konteks bentuk kerjasama sehingga dalam pelaksanaan kerjasama itu menjadi tidak efektif dan efisien. Pemimpin harus mementingkan kesejahteraan kelompoknya karena ini adalah bentuk kerja sama, bukan menyangkut kepentinga individu. Begitu pula sebaliknya, anggota kelompok juga harus memiliki kesadaran bahwa ia adalah bagian dari kelompok sehingga apa yang menjadi tugasnya menjadi sangat berarti bagi anggota kelompok yang lain.

Pengaplikasian lain bentuk kerjasama ini adalah dalam bidang otomotif. Sang Legenda juara dunia mobil Formula Satu asal Jerman Michael Schumacher mendapatkan prestasi yang luar biasa dengan meraih Juara Dunia 6 kali tidaklah lepas dari tangan dingin direktur teknik Ferrari Ross Brawn dan si Boss Jean Todd. Ketika tahun 1996 keluar dari Benetton dan bergabung di Ferrari, Schumacher mempunyai satu syarat dengan memboyong Ross Brawn bersama-sama masuk kedalam timnya. Schumacher begitu yakin dia tidak bisa bekerja sendirian, dia perlu pendukung dalam kesuksesan karirnya. Demikian juga semua elemen yang paling kecil sekalipun dalam Ferrari Team memberikan andil dalam World Championships yang sepertinya cuma milik Schumacher saat ini. Kita melihat disini bahwa prestasi didapat dari sebuah kelompok kerja
Continue >>>

. . taMu-taMu . .

free counters
 

....iMAji MeW..... ♣ ♣ ♣ Mamanunes Templates ♣ ♣ ♣ Inspiração: Templates Ipietoon
Ilustração: Gatinhos - tubes by Jazzel (Site desativado)